Rabu, 10 Juni 2015

Review berbagai pokok permasalahan kajian wacana

Nama : Haifah Fauziah
NIM    : 126738
BAHTRA 2012/C

Pokok Permasalahan Kajian Wacana

Ø  Tindak Tutur
Teori tindak tutur bermula pada karya buku Austin dan Searle (dalam Ibrahim 1993:108). Bertolak dari pendapat tersebut, buku How to do things with word (bagaimana melakukan sesuatu dengan kata-kata) dengan pengarang Austin  dan Searle yang menyajikan makalah-makalah tindak tutur.
      Dari pendapat di atas, Ibrahim (1993:109) menguraikan definisi tindak tutur, tindak tutur adalah suatu tuturan yang berfungsi pikologis dan sosial di luar wacana yang sedang terjadi. Definisi Ibrahim terdapat perbedaan dengan Yule (2006:82) tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan. Dengan demikian, dapat disimpulkan tindak tutur memiliki fungsi piskologis dan sosial saat berkomunikasi dan sebagai sarana untuk melakukan sesuatu melalui tindakan-tindakan yang diucapkan lewat lisan.
     Berkenaan dengan tindak tutur, terdapat tindak tutur yang beragam sebagai berikut ini: Austin (dalam Rani, 2010:160-163) membagi tindak tutur, yaitu tindak lokusi (lotionary act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act). Bertolak dari pendapat di atas, diuraikan sebagai berikut:
 a.       Tindak Lokusi
Tindak lokusi merupakan tindak yang menyatakan sesuatu tetapi tindak tersebut tindak menuntut pertanggung jawaban dari lawan tutur.  Sebagai tindak tutur dalam kalimat berikut: Ia mengatakan kepada saya, “Jangan lagi ganggu dia”. Pada kalimat tersebut merupakan tuturan lokusi, penutur menggunakan kalimat deklaratif, penutur  menyatakan sesuatu dengan lengkap pada saat ia ingin menyampaikan informasi kepada lawan tutur.
       b.      Tindak Ilokusi
Tindak ilokusi memiliki maksud sebaliknya dari tindak lokusi. Tindak ilokusi merupakan tindak yang mengatakan sesuatu dengan maksud isi tuturan untuk meminta pertanggungjawaban dari penutur. Sebagai tindak tutur dalam kalimat berikut: Besok saya tunggu di kampus A gedung A1. Pada kalimat tersebut yaitu “Besok saya tunggu” merupakan tuturan ilokusi, penutur menggunakan peryataan berjanji kepada lawan tutur. Peryataan berjanji tersebut meminta pertanggungjawab penutur akan tindakan yang akan datang kepada lawan tutur.
      c.       Tindak Perlokusi
Tindak perlokusi adalah tindak yang mempengaruhi kondisi psikologis lawan tutur agar menuruti keinginan penutur. Sebagai tindak tutur dalam kalimat berikut: Maaf, saya sangat sibuk. Kalimat tersebut merupakan tuturan perlokusi, penutur mempengaruhi kondisi lawan tutur dengan menggunakan peryataan memberi maaf yaitu pada kata “maaf”. Kata “maaf” dituturkan penutur agar lawan tutur mengerti akan kondisi penutur bahwa ia sangat sibuk, sehingga tidak bisa diganggu.
Berbeda dengan Austin, Searle (dalam Leech, 2011:163-166) berpendapat membagi tindak tutur ilokusi berdasarkan berbagai criteria, yaitu asertif, direktif, komisisf, ekspresif, dan deklaratif. Bertolak dari pendapat tersebut jenis ilokusi dapat diuraikan sebagai berikut:
      a.       Asertif
Tindak tutur yang terikat akan kebenaran proposisi yang dituturkan, seperti, menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan.
      b.      Direktif
Tindak tutur yang menghasilkan suatu efek yang dituturkan oleh penutur, seperti memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat.
       c.       Komisif
Tindak tutur yang terikat pada tindakan di masa yang akan datang, seperti menjanjikan, menawarkan, berkaul.
       d.      Ekspresif
Tindak tutur tersebut terikat akan suatu tuturan yang mengutarakan sikap psikologis secara tersirat, seperti, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, mengucapkan belangsungkawa, dan sebagainya.
       e.       Deklaratif
Tindak tutur tersebut merupakan tindak yang terikat aka nisi proposisi dengan keadaan aslinya, benar atau salah, seperti mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.
Ø Sosiolinguistik Interaksional
Sosiolinguistik  interaksional ini berasal dari berbagai disiplin ilmu, yaitu didasarkan pada antropologi, sosiologi, dan linguistik. Bagian-bagian yang menjadi perhatian ketiga disiplin ilmu tersebut, yaitu budaya, sosial, dan bahasa.
Kontribusi dalam sosiolinguistik interaksional ini diberikan oleh seorang antropolog John Gumperz, yang memberikan pemahaman tentang bagaimana orang bisa berbagai pengetahuan gramatikal satu bahasa, akan tetapi berbeda kontks dengan apa yangdituturkan, hal seperti itu sangat berbeda antara apa yang diproduksi dan apa yang dipahami. Kontribusi juga diberikan oleh seorang sosiolog Erving Goffman yang memberikan deskripsi tentang bagaimana bahasa ditempatkan pada lingkungan kehidupan sosial tertentu, dan bagaimana bahasa merefleksikan, dan menambah, makna dan struktur dalam lingkungan tersebut.

Ø   Etnografi Komunikasi
Teori yang digunakan dalam kajian ini adalah teori etnografi komunikasi yang dikembangkan oleh Del Hymes. Suatu asumsi bahwa Bahasa dan situasi merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Setiap ujaran selalu dikaitkan dengan situasi. Ihwal ini, kemudian Dell Hymes (1972a:58—71) membedakan delapan unsur situasi bahasa yakni 1) setting, 2) participant, 3) ends, 4) Act, 5) key, 6) Instrumental, 7) Norms, 8) Genre. Kedelapan unsur tersebut diakronimkan menjadi SPEAKING.
1. Setting didefinisikan sebagai waktu dan tempat peristiwa ujaran (Gumperz & Hymes, 1972a:60). Setting berkaitan dengan lingkungan fisik komunikasi yang berkaitan dengan waktu dan tempat. Situasi waktu misalnya pagi hari, siang hari, sore hari, dan malam hari. Kemudian, tempat berkaitan dengan situasi formal misalnya kantor, dan situasi informal misalnya rumah, jalan,atau tempat-tempat umum. Setting ini akan berimplikasi pada bahasa yang digunakan.
2. Partisipants,Peran partisipan dalam peristiwa ujaran sangat penting. (Chaundron, 1988:132-133; Numan, 1999:75; Thornbury, 1996:281-2). Partisipan memiliki peran yang utama dalam peristiwa komunikasi. Partisipan berkaitan dengan speaker, dan hearer serta referensi. Ketiga partisipan tersebut faktor kunci dalam peristiwa komunikasi.
3. End (tujuan pembicaraan)
4. Act (bentuk dan isi ujaran)/(urutan tindakan)
5. Key (atmosfer dari suatu peristiwa pembicaraan yang dimunculkan dalam bentuk verbal dan non verbal atau kombinasi (Coulthard, 1985:48-49). Hal karena faktor budaya pembicara
6. Instrument (channel) : berupa oral, tertulis, dan media lainnya.
7. Norms (massage form) berupa etika atau kesantunan
8. Genre (massage content) yang mengacu pada topik dan perubahan topik (Gumperz & Hymes, 1972:60). Yang dimaksud dengan Genre adalah teks yang dipakai pada ranah-ranah tertentu misalnya: ranah politik, ranah pendidikan, ranah ekonomi dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar