BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Wacana merupakan satuan bahasa di atas
tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan
bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk
lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam
peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses
komunikasi antar penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis,
wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin
ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana
merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan
secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
Ananlisis wacana adalah wacana tidak dipahami semata-mata sebagai
obyek studi bahasa. Bahasa tentu digunakan untuk menganalisis teks. Bahasa
tidak dipandang dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa dalam analisis
wacana kritis selain pada teks juga pada konteks bahasa sebagai alat yang
dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu termasuk praktik ideologi.
Dalam
makalah ini akan dibahas lebih mendalam mengenai praanggapan, implikatur,
inferensi dan deiksis.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian praanggapan?
2.
Apa
pengertian implikatur ?
3.
Apa
pengertian inferensi ?
4.
Apa
pengertian deiksis ?
C.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka kami bisa menuliskan tujuan dari masalah tersebut
sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui pengertian praanggapan.
2.
Untuk
mengetahui pengertian implikatur.
3.
Untuk
mengetahui pengertian inferensi.
4.
Untuk
mengetahui pengertian deiksis.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PRAANGGAPAN
Praanggapan (presuposisi) berasal dari kata to
pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga
sebelumnya), dalam arti sebelum pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia
sudah memiliki dugaan sebelumnya tentang kawan bicara atau hal yang
dibicarakan.
Selain definisi tersebut, beberapa definisi lain tentang
praanggapan di antaranya adalah George Yule (2006:43) menyatakan bahwa
praanggapan atau presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur
sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi
adalah penutur bukan kalimat. Louise Cummings (1999: 42) menyatakan bahwa
praanggapan adalah asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam
ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Nababan (1987:46), memberikan pengertian
praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi
berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau
ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan
sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat
dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.
Dari beberapa definisi praanggapan di atas dapat
disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur
sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh
mitra tutur.
Untuk
memperjelas hal ini, perhatikan contoh berikut :
a
: “Aku sudah membeli bukunya Pak Udin kemarin”
b
: “Dapat potongan 30 persen kan?”
Contoh
percakapan di atas menunjukkan bahwa sebelum bertutur (a) memiliki praanggapan bahwa (b)
mengetahui maksudnya yaitu terdapat sebuah buku yang
ditulis oleh Pak Pranowo.
Kesalahan membuat praanggapan efek dalam ujaran manusia.
Dengan kata lain, praanggapan yang tepat dapat mempertinggi nilai komunikatif
sebuah ujaran yang diungkapkan. Makin tepat praanggapan yang dihipotesiskan, makin tinggi nilai komunikatif sebuah ujaran
yang diungkapkan.
Contoh:
(a)
“Ayah saya datang dari Surabaya”.
(b) “Minuman nya sudah selesai”.
Dari contoh (a) praanggapan adalah: (1) saya
mempunyai ayah; (2) Ayah ada disurabaya. Pada contoh (b) praanggapannya adalah silahkan diminum. Oleh karena
itu, fungsi praanggapan ialah membantu mengurangi hambatan respons orang
terhadap penafsiran suatu ujaran.
1.
Jenis-jenis Praanggapan
Praanggapan (presuposisi) sudah diasosiasikan dengan
pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur (Yule, 2006:46). Selanjutnya
Gorge Yule mengklasifikasikan praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan, yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi
faktif, presuposisi non-faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural,
dan presuposisi konterfaktual.
Ø Presuposisi
Esistensial
Presuposisi (praanggapan) eksistensial adalah
preaanggapan yang menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang
diungkapkan dengan kata yang definit.
a. Orang itu berjalan
b. Ada orang berjalan
Ø Presuposisi Faktif
Presuposisi (praanggapan) faktif adalah praanggapan di
mana informasi yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai
suatu kenyataan.
a. Dia tidak menyadari bahwa ia sakit
b. Dia sakit
Ø Presuposisi
Leksikal
Presuposisi (praanggapan) leksikal dipahami sebagai
bentuk praanggapan di mana makna yang dinyatakan secara konvensional
ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan)
dipahami.
a. Dia berhenti merokok
b. Dulu dia biasa merokok
Ø Presuposisi
Non-faktif
Presuposisi (praanggapan) non-faktif adalah suatu
praanggapan yang diasumsikan tidak benar.
a. Saya membayangkan berada di Hawai
b. Saya tidak berada di Hawai
Ø Presuposisi
Struktural
Presuposisi (praanggapan) struktural mengacu pada
sturktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai praanggapan secara
tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan
kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat tanya, secara konvensional
diinterpretasikan dengan kata tanya (kapan dan di mana) seudah diketahui
sebagai masalah.
a. Kapan dia pergi?
b. Dia pergi
Ø Presuposisi
konterfaktual
Presuposisi (praanggapan) konterfaktual berarti bahwa
yang di praanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan
(lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan kenyataan.
a.
Seandainya ibu kota Jawa Barat ada di Sumedang.
b.
Ibu kota Jawa Barat bukan di Sumedang.
B.
IMPLIKATUR
Konsep implikatur
kali pertama dikenalkan oleh H.P. Grice (1975) untuk memecahkan persoalan makna bahasa yang tidak dapat
diselesaikan oleh teori semantik biasa. Implikatur dipakai untuk
memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksud oleh penutur sebagai
hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah (Brown dan Yule 1983:1).
Makna tersirat (implied meaning) atau implikatur adalah makna atau pesan yang
tersirat dalam ungkapan lisan dan atau wacana tulis. Kata lain implikatur
adalah ungkapan secara tidak langsung yakni makna ungkapan tidak tercermin
dalam kosa kata secara literal. Dalam pemakaian bahasa terdapat implikatur yang disebut
implikatur konvensional, yaitu implikatur yang ditentukan oleh ‘arti
konvensional kata-kata yang dipakai’.
Contoh:
a. Dia orang Palembang karena itu dia pemberani.
Pada
contoh (a) tersebut, penutur tidak secara langsung menyatakan
bahwa suatu ciri (pemberani) disebabkan oleh ciri lain (jadi orang Palembang),
tetapi bentuk ungkapan yang dipakai secara konvensional berimplikasi bahwa
hubungan seperti itu ada. Kalau individu itu dimaksud orang Palembang dan tidak
pemberani, implikaturnya yang keliru tetapi ujaran tidak salah.
Ada empat macam faedah konsep implikatur, yaitu
a.
Dapat memberikan penjelasan makna
atau fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik.
b.
Dapat memberikan penjelasan yang
tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa.
c.
Dapat memberikan pemberian semantik
yang sederhana tentang hubungan klausa
yang dihubungkan denagn kata penghubung yang sama.
d.
Dapat memberikan berbagi fakta yang
secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanana (seperti
metafora).
Ø Jenis-jenis Implikatur
1.
Implikatur Percakapan
Asumsi
dasar percakapan adalah jika tidak ditunjukan sebaliknya bahwa peserta tuturnya
mengikuti maksim-maksim prinsip kerja sama. Maksim adalah pernyataan ringkas
yang mengandung ujaran atau kebenaran umum tentang sifat-sifat manusia. Untuk
memperjelas, berikut contohnya:
Lisa:
Nanti, kamu bawakan aku kue pelangi dan jus jeruk, ya.
Mona:
Oke, aku akan bawakan kamu kue pelangi.
Pada
contoh tuturan di atas, Lisa berasumsi bahwa Mona melakukan kerja sama. Namun,
Mona tidak sadar sepenuhnya maksud Lisa tentang maksim kuantitas karena Mona
tidak menyebutkan jus jeruk. Jika membawakan jus jeruk, maka Mona akan
mengatakannya karena ia ingin memenuhi maksim kuantitas. Lisa seharusnya
menyimpulkan bahwa apa yang dia katakan melalui suatu implikatur percakapan. Sebab,
penuturlah yang menyampaikan makna melalui implikatur dan sosok yang mengenali
makna-makna yang disampaikan lewat inferensi.
2.
Implikatur Percakapan Umum
Implikatur
percakapan khusus tidak dipersyaratkan untuk memperhitungkan makna tambahan
yang disampaikan, maka disebut implikatur percakapan umum.
Contoh:
Pada
suatu hari saya duduk di sebuah taman. Sepasang kekasih pun duduk di salah satu
bangku taman itu.
Contoh
implikatur pada tuturan di atas adalah bahwa taman dan pasangan kekasih
bukanlah milik penutur dan tak dikenali penutur. Apabila penutur lebih spesifik
menuturkan, maka bisa jadi kebun dan sepasang kekasih yang dimaksudkannya
dikenalinya. Misalnya, Pada suatu hari saya duduk di tamanku. Sepasang kekasih
yang kukenalpun duduk di salah satu bangku tamanku itu.
3.
Implikatur Berskala
Informasi
selalu disampaikan dengan memilih sebuah kata yang menyatakan suatu nilai dari
suatu skala nilai.Ini secara khusus tampak jelas dalam istilah-istilah untuk
mengungkapkan kuantitas, seperti yang ditunjukkan dalam sebuah skala, ketika
istilah-istilah itu didaftar dari skala nilai tertinggi ke nilai terendah.
Contohnya:
semua,
sebagian besar, banyak, beberapa, sedikit selalu, sering, kadang-kadang.
"Saya
sedang belajar ilmu bahasa dan saya telah melengkapi beberapa mata kuliah yang
dipersyaratkan."
Dengan
memilih kata "beberapa" dalam contoh tuturan di atas penutur
menciptakan suatu implikatur. Ini yang disebut implikatur berskala. Implikatur
berskala adalah semua bentuk negatif dari skala yang lebih tinggi yang
dilibatkan apabila dalam skala itu dinyatakan.
4.
Implikatur Percakapan Khusus
Pada
sebuah percakapan, implikatur telah diperhutangkan tanda adanya pengetahuan
khusus terhadap konteks tertentu. Akan tetapi, seringkali percakapan kita
terjadi dalam konteks yang sangat khusus. Inferensi-inferensi yang demikian
dipersyaratkan untuk menentukan maksud yang disampaikan menghasilkan implikatur
percakapan khusus.
Mira:
Apakah kamu suka es krim?
Anton:
Apa itu Magnum Gold?
Mira
bertanya apakah lawan tuturnya menyukai es krim atau tidak. Akan tetapi, Anton
sebagai lawan tutur tidak menjawab ya atau tidak. Namun, keduanya melakukan
kerja sama. Mira tidak memerlukan jawaban ya, namun sudah mengerti kalau Anton
menyukai es krim karena menyebutkan merek es krim terkenal. Artinya, Anton
menunjukkan ketertarikan terhadap es krim.
5.
Implikatur Konvensional
Implikatur
konvensional tidak didasarkan pada prinsip kerja sama atau maksim-maksim.
Implikatur konvensional tidak harus terjadi dalam percakapan,dan tidak langsung
pada konteks khusus untuk mengiterpretasikannya. Implikatur konvensional
diasosiasikan dengan kata-kata khusus dan menghasilkan maksud tambahan apabila
yang disampaikan apabila kata-kata itu digunakan. Kata penghubung
"tetapi" adalah salah satu kata-kata ini.
Contoh;
Indi
menyarankan warna hitam, tetapi saya ingin warna putih.
Pada
contoh di atas, kenyataan bahwa Indi menyarankan warna hitam, bertolak belakang
dengan pilihan saya warna putih. Melalui implikatur konvensional 'tetapi'. Hal
ini terjadi dalam pemakaian bahasa biasanya terdapat implikatur yang disebut
implikatur konvensional, yaitu implikatur yang ditentukan oleh ‘arti
konvensional kata-kata yang dipakai’.
C. INFERENSI
Inferensi adalah proses yang harus dilakukan oleh pendengar
atau pembaca untuk memahami makna secara harfiah tidak terdapat dalam wacana
yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis, yaitu dengan membuat simpulan
berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu
dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna
tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur). Untuk menarik
sebuah kesimpulan (inferensi) perlu kita mengetahui jenis-jenis inferensi,
antara lain;
Ø Inferensi
Langsung
Inferensi
yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan
untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari
premisnya. Contoh:
Pohon yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
dari premis tersebut dapat kita lansung menarik kesimpulan
(inferensi) bahwa: pohon yang ditanam pak budi setahun yang lalu tidak mati.
Ø Inferensi
Tak Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik
dari dua atau lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru
atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama. Contoh:
a : Saya melihat ke dalam kamar itu.
b : Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut,
misalnya: kamar itu memiliki plafon.
D. DEIKSIS
Deiksis berasal dari kata Yunani kuno yang berarti
“menunjukkan atau menunjuk”. Dengan kata lain informasi kontekstual secara
leksikal maupun gramatikal yang menunjuk pada hal tertentu baik benda, tempat,
ataupun waktu itulah yang disebut dengan deiksis. Deiksis adalah kata atau frasa yang menghunjuk
kepada kata, frasa, atau ungkapan yang telah dipakai atau yang akan diberikan
(Agustina, 1995:40). Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila
referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang
menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata
itu.
Perhatikan
contoh kalimat berikut.
(a)
Begitulah isi sms yang
dikirimkannya padaku dua hari yang lalu.
(b)
Hari ini bayar, besok
gratis.
(c) Jika Anda
berkenan, di tempat ini Anda dapat menunggu saya dua jam lagi.
Dari contoh di
atas, kata-kata yang dicetak miring dikategorikan sebagai dieksis. Pada kalimat
(a) yang dimaksud dengan begitulah tidak bisa diketahui karena uraian
berikutnya tidak dijelaskan. Pada kalimat (b) kapan yang dimaksud dengan hari
ini dan besok juga tidak jelas, karena kalimat itu terpampang setiap hari di
sebuah kafetaria. Pada kalimat (b) kata Anda tidak jelas rujukannya, apakah
seorang wanita atau pria, begitu juga frasa di tempat ini lokasinya tidak
jelas.
Semua
kata dan frasa yang tidak jelas pada kalimat di atas dapat diketahui jika
konteks untuk masing-masing kalimat tersebut disertakan. Dalam berpragmatik
kalimat seperti di atas wajar hadir di tengah-tengah pembicaraan karena konteks
pembicaraan sudah disepakati antara si pembicara dan lawan bicara.
1.
Jenis-jenis
Deiksis
Dalam
kajian pragmatik, deiksis dapat dibagi menjadi jenis-jenis seperti diuraikan
berikut ini.
Ø Deiksis Orang
Dalam kategori deiksis orang, yang
menjadi kriteria adalah peran pemeran serta dalam peristiwa berbahasa tersebut
(Nababan, 1987:41). Bahasa Indonesia mengenal pembagian kata ganti orang
menjadi tiga yaitu, kata ganti orang pertama,orang kedua, dan orang ketiga.
Dalam sistem
ini, orang pertama ialah kategori rujukan pembicara kepada dirinya sendiri,
seperti saya, aku, kami, dan kita. Orang kedua adalah kategori rujukan kepada
seseorang (atau lebih) pendengar atau siapa yang dituju dalam pembicaraan,
seperti kamu, engkau, anda, dan kalian. Orang ketiga adalah kategori rujukan
kepada orang yang bukan pembicara dan bukan pula pendengar, seperti dia, ia,
beliau, -nya, dan mereka. Contoh pemakaian deiksis orang dapat dilihat dalam
kalimat-kalimat berikut.
(a) Mengapa
hanya saya yang diberi tugas berat seperti ini?
(b) Saya melihat
mereka di pasar kemarin.
Kata-kata yang
dicetak miring seperti contoh-contoh tersebut di atas adalah contoh dari
kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam dieksis orang. Contoh kata
seperti itu dipakai dalam percakapan sebagai pengganti atau rujukan dari yang
dimaksud dalam suatu peristiwa berbahasa.
Ø Dieksis Tempat
Dieksis tempat adalah pemberian bentuk
kepada lokasi ruang atau tempat yang dipandang dari lokasi pemeran serta dalam
peristiwa berbahasa itu. Dalam berbahasa, orang akan membedakan antara di sini,
di situ dan di sana. Hal ini dikarenakan disini lokasinya dekat dengan si
pembicara, di situ lokasinya tidak dekat pembicara, sedangkan di sana lokasinya
tidak dekat dari si pembicara dan tidak pula dekat dari pendengar.
Contoh
penggunaan dieksis tempat dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut.
(a) Tempat itu
terlalu jauh baginya, meskipun bagimu tidak.
(b) Duduklah
bersamaku di sini.
Kata-kata yang
dicetak miring seperti contoh-contoh tersebut di atas adalah contoh dari
kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam deiksis tempat.
Ø Deiksis Waktu
Deiksis waktu adalah pengungkapan atau
pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu yang dipandang dari waktu
sesuatu ungkapan dibuat. Contoh deiksis waktu adalah kemarin, lusa, besok,
bulan ini, minggu ini, atau pada suatu hari.
Kalimat-kalimat
berikut adalah contoh pemakaian dari kata penunjuk deiksis waktu.
(a) Dalam rangka
menyambut hari raya Idul Fitri, yang bernama Fitri dapat makan gratis besok.
(tulisan di sebuah restoran)
(b) Gaji bulan
ini tidak seberapa yang diterimanya.
(c) Saya tidak
dapat menolong Anda sekarang ini.
Ø Deiksis Wacana
Deiksis
wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah
diberikan atau yang sedang dikembangkan. Deiksis wacana ditunjukkan oleh
anafora dan katafora. Sebuah rujukan dikatakan bersifat anafora apabila
perujukan atau penggantinya merujuk kepada hal yang sudah disebutkan. Senada
dengan hal itu, anafora adalah hal atau fungsi yang menunjuk kembali kepada
sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam kalimat atau wacana.
Contoh kalimat
yang bersifat anafora dapat dilihat dalam kalimat berikut.
(a) Wati belum
mendapatkan pekerjaan, padahal dia sudah diwisuda dua tahun yang lalu.
(b) Joni baru
saja membeli mobil BMW. Warnanya merah dan harganya jangan ditanya.
Sebuah rujukan
atau referen dikatakan bersifat katafora jika rujukannya menunjuk kepada hal
yang akan. Contoh kalimat yang bersifat katafora dapat dilihat dalam kalimat
berikut.
(a) Di sini,
digubuk tua ini mayat itu ditemukan.
(b) Setelah dia
masuk, langsung Toni memeluk adiknya.
Ø Deiksis Sosial
Deiksis
sosial adalah mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri sosial antara
pembicara dan lawan bicara atau penulis dan pembaca dengan topik atau rujukan
yang dimaksud dalam pembicaraan itu. Contoh deiksis sosial misalnya penggunaan
kata mati, meninggal, wafat dan mangkat untuk menyatakan keadaan meninggal
dunia. Masing-masing kata tersebut berbeda pemakaiannya. Begitu juga penggantian
kata pelacur dengan tunasusila, kata gelandangan dengan tunawisma, yang
kesemuanya dalam tata bahasa disebut eufemisme (pemakaian kata halus). Selain
itu, deiksis sosial juga ditunjukkan oleh sistem honorifiks (sopan santun
berbahasa). Misalnya penyebutan pronomina persona (kata ganti orang), seperti
kau, kamu, dia, dan mereka, serta penggunaan sistem sapaan dan penggunaan
gelar. Contoh pemakaian deiksis sosial adalah pada kalimat berikut.
(a) Apakah saya
bisa menemui Bapak hari ini?
(b) Saya harap Pak
Haji berkenan memenuhi undangan saya.
BAB III
ANALISIS
Analisis praanggapan,
implikatur, inferensi
dalam bebarapa kolom Nuwun Sewu
adalah sebagai berikut:
1.
Polisi membidik
Susno Duadji dalam kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008. Mencari
kesalahan memang lebih gampang daripada mencari kebenaran. (SP, 21 Mei 2010)
Situasi
dalam wacana di atas menyatakan bahwa polisi membidik Susno Duadji dalam kasus
dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008. Situasi diatas menunjukkan
kecurigaan Polisi terhadap Susno dalam dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat.
·
Praanggapan
Polisi
membidik Susno Duadji dalam kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun
2008.
·
Implikatur
1)
Polisi dengan mudah munuduh Susno yang belum terbukti kasus dugaan pengamanan
Pilkada Jawa Barat tahun 2008.
2)
Polisi sebaiknya mencari bukti yang kuat sebelum menuduh Susno dalam dugaan
pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008.
·
Inferensi
Polisi
belum mendapatkan bukti atas dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat yang
dilakukan Susno tapi polisi langsung menuduh Susno sebagai tersangka.
2.
Sidak, Komisi
III DPRD Kota Solo menemukan aksi pungutan liar di Terminal Tirtonadi. Percuma
kalau ditemukan tapi tidak ditindaklanjuti.
(SP, 24 Mei 2010)
Situasi
dalam wacana di atas menyatakan bahwa Komisi III DPRD Kota Solo menemukan aksi
pungutan liar di Terminal Tirtonadi saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak).
•
Praanggapan
Komisi III DPRD
Kota Solo menemukan aksi pungli atau pungutan liar di Terminal Tirtonadi saat
melakukan inspeksi mendadak (Sidak).
•
Implikatur
1)
Masyarakat mengharapkan agar Komisi III DPRD Kota Solo menindaklanjuti kejadian
aksi pungutan liar di Terminal Tirtonadi.
2)
Komisi III DPRD Kota Solo seharusnya melakukan pengamanan ketat terkait aksi
pungutan liar.
3) Seharusnya
Komisi III DPRD Kota Solo bersikap tegas kepada tersangka aksi pungutan liar di
Terminal Tirtonadi.
•
Inferensi
Mengharapkan
kasus aksi pungli ini jangan hanya didiamkan saja atau hanya sekedar tahu bahwa
ada aksi pungli di Terrminal Tirtonadi. Akan tetapi harapannya bisa
ditindaklanjuti dengan pengamanan ketat dari Komisi III DPRD Kota Solo terkait
aksi Pungutan liar tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur
sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh
mitra tutur, jenis praanggapan yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif,
presuposisi non-faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural, dan
presuposisi konterfaktual.
Implikatur
adalah ungkapan secara tidak langsung yakni makna ungkapan tidak tercermin
dalam kosa kata secara literal. Dalam pemakaian bahasa terdapat implikatur yang disebut
implikatur konvensional, yaitu implikatur yang ditentukan oleh ‘arti
konvensional kata-kata yang dipakai’.
Inferensi adalah proses yang harus
dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna secara harfiah tidak
terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis, yaitu
dengan membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya.
Deiksis
adalah kata atau frasa yang menghunjuk kepada kata, frasa, atau ungkapan yang
telah dipakai atau yang akan diberikan. Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis
apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa
yang menjadi sipembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata
itu.
B.
Saran
Penulis menyarankan agar pembaca dapat mengembangkan
dan memahami apa itu praanggapan, implikatur, inferensi dan deiksis. Sehingga
pada akhirnya pembaca dapat menggunakan dan bersosialisasi dengan baik dengan
mempertimbangkan praanggapan, implikatur, inferensi dan deiksis yang baik dalam
berkomunikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar