Rabu, 10 Juni 2015

Makalah Praanggapan, Implikatur, Inferensi dan deiksis


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antar penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
Ananlisis wacana adalah wacana tidak dipahami semata-mata sebagai obyek studi bahasa. Bahasa tentu digunakan untuk menganalisis teks. Bahasa tidak dipandang dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa dalam analisis wacana kritis selain pada teks juga pada konteks bahasa sebagai alat yang dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu termasuk praktik ideologi.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih mendalam mengenai praanggapan, implikatur, inferensi dan deiksis.

B.       Rumusan Masalah
1.         Apa pengertian praanggapan?
2.         Apa pengertian implikatur ?
3.         Apa pengertian inferensi ?
4.         Apa pengertian deiksis ?




C.      Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka kami bisa menuliskan tujuan dari masalah tersebut sebagai berikut:
1.         Untuk mengetahui pengertian praanggapan.
2.         Untuk mengetahui pengertian implikatur.
3.         Untuk mengetahui pengertian inferensi.
4.         Untuk mengetahui pengertian deiksis.

























BAB II
LANDASAN TEORI

A.      PRAANGGAPAN
Praanggapan (presuposisi) berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti sebelum pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya tentang kawan bicara atau hal yang dibicarakan.
Selain definisi tersebut, beberapa definisi lain tentang praanggapan di antaranya adalah George Yule (2006:43) menyatakan bahwa praanggapan atau presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur bukan kalimat. Louise Cummings (1999: 42) menyatakan bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Nababan (1987:46), memberikan pengertian praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.
Dari beberapa definisi praanggapan di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur.
Untuk memperjelas hal ini, perhatikan contoh berikut :
a : “Aku sudah membeli bukunya Pak Udin kemarin”
b : “Dapat potongan 30 persen kan?
Contoh percakapan di atas menunjukkan bahwa sebelum bertutur (a) memiliki praanggapan bahwa (b) mengetahui maksudnya yaitu terdapat sebuah buku yang ditulis oleh Pak Pranowo.
Kesalahan membuat praanggapan efek dalam ujaran manusia. Dengan kata lain, praanggapan yang tepat dapat mempertinggi nilai komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan. Makin tepat praanggapan yang dihipotesiskan, makin tinggi nilai komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan.
Contoh:
(a) “Ayah saya datang dari Surabaya”.
(b) “Minuman nya sudah selesai”.
 Dari contoh (a) praanggapan adalah: (1) saya mempunyai ayah; (2) Ayah ada disurabaya. Pada contoh (b) praanggapannya adalah silahkan diminum. Oleh karena itu, fungsi praanggapan ialah membantu mengurangi hambatan respons orang terhadap penafsiran suatu ujaran.  
1.      Jenis-jenis Praanggapan
Praanggapan (presuposisi) sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur (Yule, 2006:46). Selanjutnya Gorge Yule mengklasifikasikan praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan,  yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi non-faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural, dan presuposisi konterfaktual.
Ø  Presuposisi Esistensial
Presuposisi (praanggapan) eksistensial adalah preaanggapan yang menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit.
a. Orang itu berjalan
b. Ada orang berjalan
Ø  Presuposisi Faktif
Presuposisi (praanggapan) faktif adalah praanggapan di mana informasi yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu kenyataan.
a. Dia tidak menyadari bahwa ia sakit
b. Dia sakit

Ø  Presuposisi Leksikal
Presuposisi (praanggapan) leksikal dipahami sebagai bentuk praanggapan di mana makna yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan) dipahami.
a. Dia berhenti merokok
b. Dulu dia biasa merokok
Ø  Presuposisi Non-faktif
Presuposisi (praanggapan) non-faktif adalah suatu praanggapan yang diasumsikan tidak benar.
a. Saya membayangkan berada di Hawai
b. Saya tidak berada di Hawai
Ø  Presuposisi Struktural
Presuposisi (praanggapan) struktural mengacu pada sturktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat tanya, secara konvensional diinterpretasikan dengan kata tanya (kapan dan di mana) seudah diketahui sebagai masalah.
a. Kapan dia pergi?
b. Dia pergi
Ø  Presuposisi konterfaktual
Presuposisi (praanggapan) konterfaktual berarti bahwa yang di praanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan kenyataan.
a. Seandainya ibu kota Jawa Barat ada di Sumedang.
b. Ibu kota Jawa Barat bukan di Sumedang.

B.       IMPLIKATUR

Konsep implikatur  kali pertama dikenalkan oleh H.P. Grice (1975) untuk memecahkan persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa. Implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksud oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah (Brown dan Yule 1983:1). Makna tersirat (implied meaning) atau implikatur adalah makna atau pesan yang tersirat dalam ungkapan lisan dan atau wacana tulis. Kata lain implikatur adalah ungkapan secara tidak langsung yakni makna ungkapan tidak tercermin dalam kosa kata secara literal. Dalam pemakaian bahasa terdapat implikatur yang disebut implikatur konvensional, yaitu implikatur yang ditentukan oleh ‘arti konvensional kata-kata yang dipakai’.
Contoh:
a. Dia orang Palembang karena itu dia pemberani.
Pada contoh (a) tersebut, penutur tidak secara langsung menyatakan bahwa suatu ciri (pemberani) disebabkan oleh ciri lain (jadi orang Palembang), tetapi bentuk ungkapan yang dipakai secara konvensional berimplikasi bahwa hubungan seperti itu ada. Kalau individu itu dimaksud orang Palembang dan tidak pemberani, implikaturnya yang keliru tetapi ujaran tidak salah.
Ada empat macam faedah konsep implikatur, yaitu
a.       Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik.
b.      Dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa.
c.       Dapat memberikan pemberian semantik yang sederhana tentang hubungan  klausa yang dihubungkan denagn kata penghubung yang sama.
d.      Dapat memberikan berbagi fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanana (seperti metafora).



Ø  Jenis-jenis Implikatur
1. Implikatur Percakapan
Asumsi dasar percakapan adalah jika tidak ditunjukan sebaliknya bahwa peserta tuturnya mengikuti maksim-maksim prinsip kerja sama. Maksim adalah pernyataan ringkas yang mengandung ujaran atau kebenaran umum tentang sifat-sifat manusia. Untuk memperjelas, berikut contohnya:
Lisa: Nanti, kamu bawakan aku kue pelangi dan jus jeruk, ya.
Mona: Oke, aku akan bawakan kamu kue pelangi.
Pada contoh tuturan di atas, Lisa berasumsi bahwa Mona melakukan kerja sama. Namun, Mona tidak sadar sepenuhnya maksud Lisa tentang maksim kuantitas karena Mona tidak menyebutkan jus jeruk. Jika membawakan jus jeruk, maka Mona akan mengatakannya karena ia ingin memenuhi maksim kuantitas. Lisa seharusnya menyimpulkan bahwa apa yang dia katakan melalui suatu implikatur percakapan. Sebab, penuturlah yang menyampaikan makna melalui implikatur dan sosok yang mengenali makna-makna yang disampaikan lewat inferensi.
2. Implikatur Percakapan Umum
Implikatur percakapan khusus tidak dipersyaratkan untuk memperhitungkan makna tambahan yang disampaikan, maka disebut implikatur percakapan umum.
Contoh:
Pada suatu hari saya duduk di sebuah taman. Sepasang kekasih pun duduk di salah satu bangku taman itu.
Contoh implikatur pada tuturan di atas adalah bahwa taman dan pasangan kekasih bukanlah milik penutur dan tak dikenali penutur. Apabila penutur lebih spesifik menuturkan, maka bisa jadi kebun dan sepasang kekasih yang dimaksudkannya dikenalinya. Misalnya, Pada suatu hari saya duduk di tamanku. Sepasang kekasih yang kukenalpun duduk di salah satu bangku tamanku itu.
3. Implikatur Berskala
Informasi selalu disampaikan dengan memilih sebuah kata yang menyatakan suatu nilai dari suatu skala nilai.Ini secara khusus tampak jelas dalam istilah-istilah untuk mengungkapkan kuantitas, seperti yang ditunjukkan dalam sebuah skala, ketika istilah-istilah itu didaftar dari skala nilai tertinggi ke nilai terendah.

Contohnya:
semua, sebagian besar, banyak, beberapa, sedikit selalu, sering, kadang-kadang.
"Saya sedang belajar ilmu bahasa dan saya telah melengkapi beberapa mata kuliah yang dipersyaratkan."
Dengan memilih kata "beberapa" dalam contoh tuturan di atas penutur menciptakan suatu implikatur. Ini yang disebut implikatur berskala. Implikatur berskala adalah semua bentuk negatif dari skala yang lebih tinggi yang dilibatkan apabila dalam skala itu dinyatakan.
4. Implikatur Percakapan Khusus
Pada sebuah percakapan, implikatur telah diperhutangkan tanda adanya pengetahuan khusus terhadap konteks tertentu. Akan tetapi, seringkali percakapan kita terjadi dalam konteks yang sangat khusus. Inferensi-inferensi yang demikian dipersyaratkan untuk menentukan maksud yang disampaikan menghasilkan implikatur percakapan khusus.
Mira: Apakah kamu suka es krim?
Anton: Apa itu Magnum Gold?
Mira bertanya apakah lawan tuturnya menyukai es krim atau tidak. Akan tetapi, Anton sebagai lawan tutur tidak menjawab ya atau tidak. Namun, keduanya melakukan kerja sama. Mira tidak memerlukan jawaban ya, namun sudah mengerti kalau Anton menyukai es krim karena menyebutkan merek es krim terkenal. Artinya, Anton menunjukkan ketertarikan terhadap es krim.
5. Implikatur Konvensional
Implikatur konvensional tidak didasarkan pada prinsip kerja sama atau maksim-maksim. Implikatur konvensional tidak harus terjadi dalam percakapan,dan tidak langsung pada konteks khusus untuk mengiterpretasikannya. Implikatur konvensional diasosiasikan dengan kata-kata khusus dan menghasilkan maksud tambahan apabila yang disampaikan apabila kata-kata itu digunakan. Kata penghubung "tetapi" adalah salah satu kata-kata ini.
Contoh;
Indi menyarankan warna hitam, tetapi saya ingin warna putih.
Pada contoh di atas, kenyataan bahwa Indi menyarankan warna hitam, bertolak belakang dengan pilihan saya warna putih. Melalui implikatur konvensional 'tetapi'. Hal ini terjadi dalam pemakaian bahasa biasanya terdapat implikatur yang disebut implikatur konvensional,  yaitu implikatur yang ditentukan oleh ‘arti konvensional kata-kata yang dipakai’.

C.      INFERENSI
Inferensi adalah proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis, yaitu dengan membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur). Untuk menarik sebuah kesimpulan (inferensi) perlu kita mengetahui jenis-jenis inferensi, antara lain;

Ø  Inferensi Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari premisnya. Contoh: 
Pohon yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
dari premis tersebut dapat kita lansung menarik kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon yang ditanam pak budi setahun yang lalu tidak mati.

Ø  Inferensi Tak Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua atau lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama. Contoh:
a : Saya melihat ke dalam kamar itu.
b : Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut, misalnya: kamar itu memiliki plafon.


D.      DEIKSIS
Deiksis berasal dari kata Yunani kuno yang berarti “menunjukkan atau menunjuk”. Dengan kata lain informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal yang menunjuk pada hal tertentu baik benda, tempat, ataupun waktu itulah yang disebut dengan deiksis. Deiksis adalah kata atau frasa yang menghunjuk kepada kata, frasa, atau ungkapan yang telah dipakai atau yang akan diberikan (Agustina, 1995:40). Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu.
Perhatikan contoh kalimat berikut.
(a) Begitulah isi sms yang dikirimkannya padaku dua hari yang lalu.
(b) Hari ini bayar, besok gratis.
(c) Jika Anda berkenan, di tempat ini Anda dapat menunggu saya dua jam lagi.
Dari contoh di atas, kata-kata yang dicetak miring dikategorikan sebagai dieksis. Pada kalimat (a) yang dimaksud dengan begitulah tidak bisa diketahui karena uraian berikutnya tidak dijelaskan. Pada kalimat (b) kapan yang dimaksud dengan hari ini dan besok juga tidak jelas, karena kalimat itu terpampang setiap hari di sebuah kafetaria. Pada kalimat (b) kata Anda tidak jelas rujukannya, apakah seorang wanita atau pria, begitu juga frasa di tempat ini lokasinya tidak jelas.
Semua kata dan frasa yang tidak jelas pada kalimat di atas dapat diketahui jika konteks untuk masing-masing kalimat tersebut disertakan. Dalam berpragmatik kalimat seperti di atas wajar hadir di tengah-tengah pembicaraan karena konteks pembicaraan sudah disepakati antara si pembicara dan lawan bicara.

1.      Jenis-jenis Deiksis
Dalam kajian pragmatik, deiksis dapat dibagi menjadi jenis-jenis seperti diuraikan berikut ini.
Ø  Deiksis Orang
Dalam kategori deiksis orang, yang menjadi kriteria adalah peran pemeran serta dalam peristiwa berbahasa tersebut (Nababan, 1987:41). Bahasa Indonesia mengenal pembagian kata ganti orang menjadi tiga yaitu, kata ganti orang pertama,orang kedua, dan orang ketiga.
Dalam sistem ini, orang pertama ialah kategori rujukan pembicara kepada dirinya sendiri, seperti saya, aku, kami, dan kita. Orang kedua adalah kategori rujukan kepada seseorang (atau lebih) pendengar atau siapa yang dituju dalam pembicaraan, seperti kamu, engkau, anda, dan kalian. Orang ketiga adalah kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara dan bukan pula pendengar, seperti dia, ia, beliau, -nya, dan mereka. Contoh pemakaian deiksis orang dapat dilihat dalam kalimat-kalimat berikut.
(a) Mengapa hanya saya yang diberi tugas berat seperti ini?
(b) Saya melihat mereka di pasar kemarin.
Kata-kata yang dicetak miring seperti contoh-contoh tersebut di atas adalah contoh dari kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam dieksis orang. Contoh kata seperti itu dipakai dalam percakapan sebagai pengganti atau rujukan dari yang dimaksud dalam suatu peristiwa berbahasa.
Ø  Dieksis Tempat
Dieksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang atau tempat yang dipandang dari lokasi pemeran serta dalam peristiwa berbahasa itu. Dalam berbahasa, orang akan membedakan antara di sini, di situ dan di sana. Hal ini dikarenakan disini lokasinya dekat dengan si pembicara, di situ lokasinya tidak dekat pembicara, sedangkan di sana lokasinya tidak dekat dari si pembicara dan tidak pula dekat dari pendengar.
Contoh penggunaan dieksis tempat dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut.
(a) Tempat itu terlalu jauh baginya, meskipun bagimu tidak.
(b) Duduklah bersamaku di sini.
Kata-kata yang dicetak miring seperti contoh-contoh tersebut di atas adalah contoh dari kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam deiksis tempat.
Ø  Deiksis Waktu
Deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu yang dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat. Contoh deiksis waktu adalah kemarin, lusa, besok, bulan ini, minggu ini, atau pada suatu hari.
Kalimat-kalimat berikut adalah contoh pemakaian dari kata penunjuk deiksis waktu.
(a) Dalam rangka menyambut hari raya Idul Fitri, yang bernama Fitri dapat makan gratis besok. (tulisan di sebuah restoran)
(b) Gaji bulan ini tidak seberapa yang diterimanya.
(c) Saya tidak dapat menolong Anda sekarang ini.
Ø  Deiksis Wacana
Deiksis wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan atau yang sedang dikembangkan. Deiksis wacana ditunjukkan oleh anafora dan katafora. Sebuah rujukan dikatakan bersifat anafora apabila perujukan atau penggantinya merujuk kepada hal yang sudah disebutkan. Senada dengan hal itu, anafora adalah hal atau fungsi yang menunjuk kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam kalimat atau wacana.
Contoh kalimat yang bersifat anafora dapat dilihat dalam kalimat berikut.
(a) Wati belum mendapatkan pekerjaan, padahal dia sudah diwisuda dua tahun yang lalu.
(b) Joni baru saja membeli mobil BMW. Warnanya merah dan harganya jangan ditanya.
Sebuah rujukan atau referen dikatakan bersifat katafora jika rujukannya menunjuk kepada hal yang akan. Contoh kalimat yang bersifat katafora dapat dilihat dalam kalimat berikut.
(a) Di sini, digubuk tua ini mayat itu ditemukan.
(b) Setelah dia masuk, langsung Toni memeluk adiknya.
Ø  Deiksis Sosial
Deiksis sosial adalah mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri sosial antara pembicara dan lawan bicara atau penulis dan pembaca dengan topik atau rujukan yang dimaksud dalam pembicaraan itu. Contoh deiksis sosial misalnya penggunaan kata mati, meninggal, wafat dan mangkat untuk menyatakan keadaan meninggal dunia. Masing-masing kata tersebut berbeda pemakaiannya. Begitu juga penggantian kata pelacur dengan tunasusila, kata gelandangan dengan tunawisma, yang kesemuanya dalam tata bahasa disebut eufemisme (pemakaian kata halus). Selain itu, deiksis sosial juga ditunjukkan oleh sistem honorifiks (sopan santun berbahasa). Misalnya penyebutan pronomina persona (kata ganti orang), seperti kau, kamu, dia, dan mereka, serta penggunaan sistem sapaan dan penggunaan gelar. Contoh pemakaian deiksis sosial adalah pada kalimat berikut.
(a) Apakah saya bisa menemui Bapak hari ini?
(b) Saya harap Pak Haji berkenan memenuhi undangan saya.



























BAB III
ANALISIS

Analisis praanggapan, implikatur, inferensi
dalam bebarapa kolom Nuwun Sewu adalah sebagai berikut:

1.             Polisi membidik Susno Duadji dalam kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008. Mencari kesalahan memang lebih gampang daripada mencari kebenaran. (SP, 21 Mei 2010)

Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa polisi membidik Susno Duadji dalam kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008. Situasi diatas menunjukkan kecurigaan Polisi terhadap Susno dalam dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat.
·         Praanggapan
Polisi membidik Susno Duadji dalam kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008.
·         Implikatur
1) Polisi dengan mudah munuduh Susno yang belum terbukti kasus dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008.
2) Polisi sebaiknya mencari bukti yang kuat sebelum menuduh Susno dalam dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008.
·         Inferensi
Polisi belum mendapatkan bukti atas dugaan pengamanan Pilkada Jawa Barat yang dilakukan Susno tapi polisi langsung menuduh Susno sebagai tersangka.

2.             Sidak, Komisi III DPRD Kota Solo menemukan aksi pungutan liar di Terminal Tirtonadi. Percuma kalau ditemukan tapi tidak ditindaklanjuti.
(SP, 24 Mei 2010)

Situasi dalam wacana di atas menyatakan bahwa Komisi III DPRD Kota Solo menemukan aksi pungutan liar di Terminal Tirtonadi saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak).
• Praanggapan
Komisi III DPRD Kota Solo menemukan aksi pungli atau pungutan liar di Terminal Tirtonadi saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak).
• Implikatur
1) Masyarakat mengharapkan agar Komisi III DPRD Kota Solo menindaklanjuti kejadian aksi pungutan liar di Terminal Tirtonadi.
2) Komisi III DPRD Kota Solo seharusnya melakukan pengamanan ketat terkait aksi pungutan liar.
3) Seharusnya Komisi III DPRD Kota Solo bersikap tegas kepada tersangka aksi pungutan liar di Terminal Tirtonadi.
• Inferensi
Mengharapkan kasus aksi pungli ini jangan hanya didiamkan saja atau hanya sekedar tahu bahwa ada aksi pungli di Terrminal Tirtonadi. Akan tetapi harapannya bisa ditindaklanjuti dengan pengamanan ketat dari Komisi III DPRD Kota Solo terkait aksi Pungutan liar tersebut.














BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur, jenis praanggapan yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi non-faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural, dan presuposisi konterfaktual.
 Implikatur adalah ungkapan secara tidak langsung yakni makna ungkapan tidak tercermin dalam kosa kata secara literal. Dalam pemakaian bahasa terdapat implikatur yang disebut implikatur konvensional, yaitu implikatur yang ditentukan oleh ‘arti konvensional kata-kata yang dipakai’.
Inferensi adalah proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis, yaitu dengan membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya.
Deiksis adalah kata atau frasa yang menghunjuk kepada kata, frasa, atau ungkapan yang telah dipakai atau yang akan diberikan. Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi sipembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu.
B.       Saran
Penulis menyarankan agar pembaca dapat mengembangkan dan memahami apa itu praanggapan, implikatur, inferensi dan deiksis. Sehingga pada akhirnya pembaca dapat menggunakan dan bersosialisasi dengan baik dengan mempertimbangkan praanggapan, implikatur, inferensi dan deiksis yang baik dalam berkomunikasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar