Minggu, 24 Mei 2015

Review Teks, Konteks dan Koteks



Nama : Haifah Fauziah
NIM    : 126738
BAHTRA 2012/C

Teks, Konteks dan Koteks

Ø  Teks
                   Teks adalah bahasa yang berfungsi, maksudnya adalah bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu (menyampaikan pesan atau informasi) dalam konteks situasi, berlainan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat lepas yang mungkin dituliskan di papan tulis. Bentuknya bisa percakapan dan tulisan (bentuk-bentuk yang kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang kita pikirkan). Hal penting mengenai sifat teks ialah bahwa meskipun teks itu bila kita tuliskan tampak seakan-akan terdiri dari kata-kata dan kalimat, namun sesungguhnya terdiri dari makna-makna.Memang makna-makna atau maksud yang ingin kita sampaikan kepada orang lain haruslah dikodekan dalm tuturan lisan atau kalimat-kalimat supaya dapat dikomunikasikan.
                Teks merupakan produk, dalam arti bahwa teks itu merupakan keluaran (output) ; sesuatu yang dapat direkam atau dipelajari (berwujud). Teks juga merupakan proses, dalam arti merupakan proses pemilihan makna yang terus-menerus, maksudnya ketika kita menerima atau memberi informasi dalam bentuk teks (lisan atau tulis) maka tentunya di dalam otak kita terjadi proses pemahaman (pemilihan makna) terhadap informasi tersebut, jangan sampai terjadi kesalahpahaman. Adapun kriteria teks sebagai berikut:
Kriteria yang bersifat internal teks:
1.      Kohesi: kesatuan makna
      Contohnya: kohesi gramatikal: konjungsi temporal ”lalu”
      Sudahlah.. Lebih baik interospeksi.. Mengapa akhirnya kau selalu kalah..? Kesombongan tidak akan membuatmu menang. Lebih baik menyibukkan diri beribadah daripada ke sana kemari mengadu domba aku pada semua teman-teman baikku, lalu menebar fitnah, dan  kembali berusaha menghancurkan hidupku.
2.      Koherensi: kepaduan kalimat (keterkaitan antarkalimat)
      Contohnya: ada hubungan alasan-sebab
      Aku tidak ingin bicara apa-apa lagi. Sudah cukup aku mengangkat derajatmu.                                                                               Aku juga manusia biasa yang punya batas kekuatan. Cukuplah janji seindah syurga, penghianatan, kepalsuan, kata-kata keji dan fitnahmu kerap melukaiku Aku tidak ingin mengotori jiwa, hati, kata-kata dan perbuatanku karena meladeni ulahmu.
Kriteria yang bersifat eksternal teks:
1.      Intertekstualitas: setiap teks saling berkaitan secara sinkronis atau diakronis
2.      Intensionalitas: cara-cara atau usaha-usaha untuk menyampaikan maksud atau pesan pembicaraan melalui sikap bicara, intonasi, dan ekspresi wajah. Intensionalitas berkaitan dengan akseptabilitas (penerimaan informasi).
3.      Informativitas: kuantitas dan kualitas informasi
4.      Situasionalitas: situasi tuturan

Ø  Konteks
             Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar, konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan kata depan, kata sifat, kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi positif. Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana. Halliday dan Hasan (1992: 14) menandai konteks bahasa / koteks itu sebagai konteks internal wacana (internal discourse context) sedangkan segala sesuatu yang melingkupi wacana, baik konteks situasi maupun konteks budaya sebagai konteks eksternal wacana(external discourse contex). Senada dengan uraian di atas, Saragih dalam Persfektif LFS (2006: 4), juga memaparkan bahwa konteks merupakan wahana terbentuknya teks. Tidak ada teks tanpa konteks. Konteks mengacu pada segala sesuatu yang mendampingi teks.

              Menurut Kridalaksana, konteks merupakan ciri-ciri alam di luar bahasa; lingkungan/ situasi tuturan berlangsung yang menumbuhkan makna pada ujaran; lingkungan nonlinguistik dari wacana. Menurut Moelyono dan Soenjono, konteks wacana dibentuk oleh berbagai unsur, seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk, amanat, dan kode. Unsur-unsur itu berhubungan pula dengan unsur-unsur yang terdapat dalam setiap komunikasi bahasa, antara lain:
1.      Latar : tempat dan waktu terjadinya percakapan
2.      Peserta : peserta percakapan yakni pembicara (penyapa) dan pendengar (pesapa)
3.      Hasil : hasil dan tujuan percakapan
4.      Amanat: bentuk dan isi amanat
5.      Cara : cara percakapan dilakukan, dengan semangat, santai atau tergesa-gesa
6.      Sarana : penggunaan bahasa lisan atau tulis; variasi bahasa yang digunakan
7.      Norma : perilaku peserta percakapan
8.      Jenis : mengacu pada kategori seperti sajak, teka-teki, kuliah, dan doa
               Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konteks adalah segala sesuatu yang melingkupi teks. Teks dan konteks merupakan sesuatu yang selalu berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Makna yang terealisasi dalam teks merupakan hasil interaksi pemakai bahasa dengan konteksnya, sehingga konteks merupakan wahana terbentuknya teks.
Contoh  cuplikan salah satu komentar di facebook dalam status Sang Embun Pangeran Sejati:

Seorang yg bijak mbr komen yg sangat sugestif di Status ku : " Allah tak pernah tidur, yang hitam dan yang putih pasti Allah tunjukkan." La haula Walaa Quwata ilaa bilaahi ....


Yang hitam dan putih nampak jelas. Akun dan wallku selalu terbuka bagi siapapun untuk membaca dan memberi komentar meski belum berteman. Sedang aku tidak bisa melihat akun FB Endel Wise dan segala sepak terjangnya. Mengajukan pertemanan dengan teman-temanku bukan tulus namun untuk menyebar surat laporan dari Polda ke 77 orang temanku. Juga mendatangi rumah-rumah temanku samapai yang berada di luar kota mengancam dengan bukti yang tak ubahnya surat laporan hilang KTP, tidak punya kekuatan apapun! Karena aku sudah mendatangi Polda.

Dari percakapan di atas, konteks dapat dilihat dari beberapa unsur yang terdapat dalam setiap komunikasi bahasa, antara lain:
1.      Latar : tempat di facebook/ dunia maya,waktu: 8 desember 2012
2.      Peserta : Sang embun pangeran sejati dan endel wife
3.      Hasil : terjadi perselisihan di antara keduanya, karena adanya masalah keluarga yang dibawa-bawa di dunia maya dan saling berkomentar dalam facebook baik antar status maupun antar komentar dari sebuah status.
4.      Amanat: permasalahan itu pasti ada solusinya, dan siapapun yang benar ataupun yang salah, tanpa di suarakanpun, hitam dan putihnya pasti akan terlihat juga.
5.      Cara : cara percakapan dilakukan dengan adanya emosi diantara keduanya.
6.      Sarana :menggunakan bahasa tulis
7.      Norma : sebenarnya kurang sopan, karena masalah keluarga di lanjutkan di dunia maya. Seharusnya dilihat dan dipandang kurang pantas, apalagi jika saling mencaci maki ( di status lain).
8.      Jenis : mengacu pada kategori seperti percakapan biasa dengan sedikit bersajak.

Ø    Koteks
                  Adapun koteks adalah teks yang berhubungan dengan sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks. Wujud koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, paragraf, dan bahkan wacana. Koteks adalah semua unsur kebahasaan atau linguistik yang berperanan dalam menentukan makna sebuah wacana. Peranan koteks dalan sebuah wacana adalah mendukung atau memperjelas makna.
Contoh:
Aku tidak ingin bicara apa-apa lagi. Sudah cukup aku mengangkat derajatmu.
Aku juga manusia biasa yang punya batas kekuatan. Cukuplah janji seindah syurga, penghianatan, kepalsuan, kata-kata keji dan fitnahmu kerap melukaiku Aku tidak ingin mengotori jiwa, hati, kata-kata dan perbuatanku karena meladeni ulahmu.

Review Syarat Wacana



Nama : Haifah Fauziah
NIM    : 126738
BAHTRA 2012-C

Syarat Wacana

            Untuk dapat berdiri sebagai wacana, beberapa ahli wacana menyebutkan syarat-syarat yang relatif beragam, tetapi tidak bertentangan dan justru saling melengkapi. Wacana akan terbentuk apabila memenuhi persyaratan (1) topik, (2) tuturan pengungkap topik, (3) kohesi dan koherensi, (4) tujuan (fungsi), (5) keteraturan, dan (6) konteks dan ko-teks.

Menurut Oka dan Suparno (1994:260-270) ada tiga persyaratan pokok yang menentukan terbentuknya wacana, yaitu (1) topik, (2) tuturan pengungkap topik, dan (3) kohesi dan koherensi. Sebuah wacana, menurut Widowson (1978:22) mempunyai dua hal penting, yaitu proposisi (sejajar dengan topik) dan tindak tutur (tuturan pengungkap topik).

Sebuah wacana mengungkapkan satu jenis proposisi, yakni topik atau persoalan yang ditutur oleh peserta tutur. Pada saat mengekspresikan proposisi, peserta tutur itu melakukan tindak tutur tertentu (tuturan pengungkap topik), misalnya tindak ilokusi.

Sebuah wacana biasanya ditata secara serasi dan ada kepaduan antara unsur yang satu dengan yang lain dalam wacana (kohensi), sehingga tercipta pengertian yang baik (koherensi). Unsur kohesi tersebut misalnya dicapai dengan hubungan sebab-akibat, baik antarklausa maupun antarkalimat (Depdikbud, 1988:343-350).

Tindak tutur dalam peristiwa komunikasi mempunyai tujuan atau fungsi tertentu. Fungsi tersebut menurut van Ek (dalam Hatch, 1992:131-132) untuk (1) tukar-menukar informasi faktual, misalnya untuk mengenali sesuatu, bertanya, dan melaporkan, (2) mengungkapkan informasi intelektual, misalnya: tahu--tidak tahu, ingat--tidak ingat, setuju—tidak setuju, (3) mengungkapkan sikap atau emosi tertentu, misalnya: berminat—kurang berminat, heran—tidak heran, takut—tidak takut, simpati—tidak simpati, cemas—tidak cemas, dan sejenisnya, (4) mengungkapkan sikap moral, misalnya: minta maaf, merasa menyesal, (5) meyakinkan atau mempengaruhi, misalnya memberi saran, memberi nasihat, atau memberi peringatan, (6) asosiasi, misalnya: memperkenalkan dan menyapa.

            Sebuah wacana baik lisan maupun tulis mempunyai keteraturan, baik keteraturan formal (kohesi) maupun keteraturan pola pikir lewat logika isi (koherensi). Kohesi diperlukan utuk menata keteraturan pola pikir lewat kaidah bahasa secara formal. Pada koherensi, keteraturan wacana dimunculkan lewat penataan pola pikir sistemis dan masuk akal.   
           
Sebuah wacana hadir dalam konteks tertentu. Konteks wacana terbentuk dari beberapa unsur, yaitu situasi pembicaraan, pembicara, pendengar, waktu, topik, tempat, adegan, peristiwa, bentuk amanat, kode, dan saluran wicara. Bentuk amanat yang dimaksud dapat berupa surat, esai, iklan, pemberiatahuan, atau pengumuman. Kode adalah bahasa yang dipakai dalam wacana, misalnya bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan sebagainya. Saluran wicara yang dimkasud adalah media yang digunakan untuk memproduksi wacana, misalnya: telepon, televisi, dan radio.


Review Hakikat Wacana



Nama : Haifah Fauziah
NIM    : 126738
BAHTRA 2012-C

PENGERTIAN WACANA
Menurut Tarigan (dalam Djajasudarma, 1994:5), wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat  atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata. Lebih lanjut, Syamsuddin (1992:5) menjelaskan pengertian wacana sebagai rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk dari unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.

KAREKTERISTIK WACANA
Wacana merupakan medium komunikasi verbal yang bisa diasumsikan dengan adanya penyapa (pembicara dan penulis) dan pesapa (penyimak dan pembaca).
1.      Ciri-ciri Wacana
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diperoleh ciri atau karakterisitik sebuah wacana. Ciri-ciri wacana adalah sebagai berikut.
  1. Satuan gramatikal
  2. Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap
  3. Untaian kalimat-kalimat
  4. Memiliki hubungan proposisi
  5. Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan
  6. Memiliki hubungan koherensi
  7. Memiliki hubungan kohesi
  8. Rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi
  9. Bisa transaksional juga interaksional
  10. Medium bisa lisan maupun tulis
  11. Sesuai dengan kontek
2.     Unsur Pembentuk Wacana
Wacana berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan unsur ekstralinguistik yang berkaitan dengan proses komunikasi seperti interaksi sosial (konversasi dan pertukaran) dan pengembangan tema (monolog dan paragraf).

JENIS-JENIS WACANA BAHASA INDONESIA
Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi empat yaitu :
1.         Wacana Narasi
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif.Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.
2.         Wacana Deskripsi
Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan/suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulisnya. Untuk mencapai kesan yang sempurna bagi pembaca, penulis merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan. Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu deskripsi Imajinatif/Impresionis dan deskripsi faktual/ekspositoris.
3.         Wacana Eksposisi
Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu menentukan objek pengamatan, menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi, mengumpulkan data atau bahan, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan. Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola penyajian urutan topik yang ada dan urutan klimaks dan antiklimaks.



4.         Wacana Argumentasi
Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang.Tahapan menulis karangan argumentasi, yaitu menentukan tema atau topik permasalahan, merumuskan tujuan penulisan, mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.